Yang Perlu di Pahami Saat Zakat Fitrah Ramadhan

Dalam pandangan fiqh, zakat fitrah merupakan hal yang wajib ( bagi yang mampu ) dilakukan oleh umat muslim seluruh dunia. Zakat fitrah secara umum merupakan menyerahkan bahan pokok makanan kepada orang lain sebagai bentuk kemanusiaan agar seluruh tetangga di sekitar tidak ada yang kekurangan bahan makanan pokok.
Nabiyullah Muhammad saw bersabda :

قال النبي صلى الله عليه وسلم صوم شهر رمضان معلق بين السماء والأرض ولايرفع الابزكاة الفطر

"( Pahala ) puasa bulan Ramadhan digantungkan antara langit dan bumi, dan tidak akan diterima (dengan sempurna oleh Allah swt) kecuali dengan zakat fitrah"

Dalam konteks Indonesia, pada umumnya masyarakat menyerahkan bahan makanan beras dalam melaksanakan zakat fitrah. Namun, akhir-akhir ini kita melihat fenomena bahwa banyak di antara masyarakat kita menyerahkan zakat fitrah dengan uang. Tentunya dengan berbagai alasan yang diajukan.

Beberapa dekade lalu, masyarakat kita menyerahkan zakat dengan takaran 2,5 kg. Kemudian karena masifnya penyebaran ilmu zakat ini akhirnya tersebar zakat yang sesuai takaran kurang lebih 2,7 kg. Bahkan ada yang menjaga bentuk kehati-hatian, beberapa kalangan menggenapkan menjadi 3 kg.

Dengan perkiraan takaran zakat 2,7 kg ini, banyak masyarakat yang beralih menggunakan uang ( asumsi 1 kg = 10.000 ) maka zakatnya di ubah dengan total uang Rp. 27.000 - 30.000. Lalu bagaimana pandangan fiqh terkait hal ini ?

Beberapa pandangan mengatakan hal itu boleh, tetapi di sisi lain banyak kalangan cendekia muslim yang masih konsisten mengatakan tidak boleh. Pandangan bolehnya zakat menggunakan uang ini umumnya disampaikan oleh kalangan yang secara fiqh juga bisa dikatakan mumpuni bahkan memiliki berbagai gelar akademik dan pernah belajar di dunia Arab. Baik di Arab Saudi, Mesir, Sudan ataupun Maroko.

Tetapi disisi lain, pandangan kaum cendekia yang tidak ada ikatan dinas dengan jabatan akademik dan mereka masih berada di lingkungan pendidikan pesantren tetap tegas mengatakan bahwa zakat dengan uang tidak boleh.

Disini tidak akan menyampaikan perdebatan terkait boleh atau tidaknya, artikel ini akan ditulis dengan menyampaikan padangan dari cendekia fiqh yang mengatakan tidak bolehnya zakat dengan uang sebagai pengganti makanan pokok.

Catatan ini merupakan kompilasi hukum-hukum dari berbagai kitab Madzhab Syafi'i seperti :
البيجوري على فتح القريب ٢/٣٠١
كفاية الاخيار ١/١٩٢
 فتح الوهاب ١٣٢
الأم الجزء الثاني ص ٨٤

Berikut merupakan catatan terkait zakat yang perlu kita pahami dan sebarkan kepada umat muslim di Indonesia khusunya :

CATATAN ZAKAT FITRAH K.H.MUHIB AMAN BESUK

( Beliau tidak dimasukkan pengurus Syuriyyah / LBM PBNU meskipun alumni Lirboyo yang terkenal kealimannya ).

  1. Amil adalah orang orang yang diangkat oleh imam ( pemerintah ) untuk mengelola penarikan dan penyaluran zakat. Praktiknya adalah BAZ dan turunannya.
  2. Pengurus masjid, sekolah, RT yang mengangkat diri sendiri menjadi panitia zakat tidak bisa disebut amil. Sehingga status mereka hanya menjadi wakil dari muzakki ( pembayar zakat )
  3. Zakat yang dibayarkan kepada amil hukumnya sudah sah karena amil termasuk salah satu ashnaf delapan sehingga muzakki sudah lepas kewajiban.
  4. Sedangkan zakat yang diserahkan kepada panitia belum dikatakan sah sampai panitia mewakili muzakki menyerahkannya kepada mustahiq ashnaf delapan. 
  5. Jika sampai maghrib hari idul fitri, zakat yang terkumpul di panitia ( bukan amil ) belum tersalurkan maka hukumnya haram karena mengulur zakat fitri melampaui batas waktunya. 
  6. Jika panitia menyalurkan zakat tidak sesuai sasaran mustahiq, misalnya diserahkan kepada ustadz kaya, dijual untuk biaya penyaluran, beli pembungkus, pembangunan sarana umum, ongkos panitia, maka panitia wajib mengganti dan menyalurkan sebagaimana mestinya.
  7. Jika pada poin 5 dan 6 panitia tidak mau bertanggungjawab, maka muzakki tetap wajib membayar zakat ulang. Berbeda jika poin 5 dan 6 dilakukan oleh amil, maka muzakki tidak perlu mengganti lagi.
  8. Karena status panitia hanyalah wakil muzakki, maka tidak boleh ada zakat yang disalurkan kembali kepada muzakki atau kepada orang yang menjadi tanggungjawab nafkah muzakki. Contoh kasus : Misalnya Andrew membayar zakat di sekolah lalu oleh pantia sekolah zakat itu disalurkan kepada wali murid dan kebetulan zakat Andrew ( meskipun sebagian ) diterima oleh Prayitno ayah Andrew. Sama saja belum bayar zakat. 
  9. Zakat fitrah adalah ibadah yang aturannya sudah ditentukan. Sebagaimana ibadah Qurban dan Aqiqah tidak bisa digantikan dengan bagi bagi uang tunai, zakat fitrah juga harus berupa bahan makan. Tidak bisa digantikan dengan membayar uang tunai.
  10. Bagi bagi uang tunai adalah sedekah yang mungkin lebih bernilai manfaat dari pada beras, akan tetapi ia tetap tidak bisa menggugurkan kewajiban zakat fitrah menurut 3 madzhab, kecuali Hanafiyah.
  11. Solusi bagi yang kesulitan membayar zakat dengan bahan makan, bisa membayar dengan uang tunai dengan mengikuti ketentuan madzhab Hanafiyah yaitu uang tunai senilai 3.8 kg kurma, anggur, gandum atau 1.9 kg gandum. Ingat, bukan senilai 2.7 kg beras.
  12. Solusi lain yaitu panitia menyediakan beras untuk dijual kepada muzakki yang hendak membayar dengan uang. Catatan, beras yang sudah dibeli dan dibayarkan sebagai zakat, tidak boleh dijual lagi oleh panitia kepada muzakki yang lain. Harus disalurkan ke mustahiq.
  13. Tidak boleh memberikan zakat kepada orang yang nafkahnya sudah ditanggung, meskipun dia miskin. Misalnya istri dan anak kecil yang sudah dicukupi nafkah oleh suami dan orang tuanya. Jika suami atau orang tuanya miskin maka berikan saja kepadanya bukan kepada anak istrinya.
  14. Anak yatim tidak berhak menerima zakat. Jika dia punya banyak warisan maka dia termasuk kaya, jika dia tidak punya warisan maka nafkahnya harus ditanggung baitul mal atau umat Islam, bukan dari zakat. Kecuali jika benar benar tidak ada yang memberinya nafkah, boleh zakat diberikan melalui pengasuhnya.
  15. Boleh memberikan zakat kepada keluarga dan kerabat bahkan lebih utama daripada diberikan kepada orang lain yang bukan kerabat. Asal mereka tergolong orang yang berhak ( fakir miskin ) dan bukan orang yang menjadi beban nafkah muzakki, misalnya anak, orang tua, dan istri.
  16. Boleh juga diberikan kepada anak sendiri yang sudah dewasa, yang miskin, yang sudah tidak menjadi kewajiban nafkah bagi orang tuanya. Tidak boleh diberikan kepada anaknya yang masih kecil, dewasa tapi cacat, dan anak perempuan meskipun dewasa ( karena selama belum bersuami masih wajib difkahi ayahnya dan ketika bersuami sudah ditanggung nafkah suaminya )
  17. Kyai atau ustadz yang kaya, madrasah, pesantren, pembangunan masjid, tidak sah menjadi penerima zakat fitrah atas nama fakir miskin maupun sabilillah
  18. Silahkan ditambahkan atau direvisi dengan kitab rujukan
  19. Tidak tertutup adanya perbedaan pendapat ulama akan tetapi untuk mengamalkan harus jelas dulu sumbernya sehingga bisa niat taqlid.
🛈 Gandum yang dimaksud dalam poin ke-11 adalah kurma kasar ( sya'ir ), gandum halus ( hinthah ) dan gandum merah ( burr ). Bukan gandum yang dibuat dari beras ( tepung beras )

Referensi Keterangan :

١- (البيجوري على فتح القريب ٢/٣٠١)
قوله العامل من استعمله الإمام إلخ أي كساع يجبيها وكاتب يكتب ما أعطاه أرباب الأموال وقاسم يقسمها على المستحقين وحاشر يجمعها 

٢-٣- (كفاية الاخيار ١/١٩٢)
اﻟﺼﻨﻒ اﻟﺜﺎﻟﺚ اﻟﻌﺎﻣﻞ ﻭﻫﻮ اﻟﺬﻱ اﺳﺘﻌﻤﻠﻪ اﻹﻣﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﺃﺧﺬ اﻟﺰﻛﻮاﺕ ﻟﻴﺪﻓﻌﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﻣﺴﺘﺤﻘﻴﻬﺎ ﻛﻤﺎ ﺃﻣﺮﻩ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻟﻪ ﺃﺧﺬ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﺑﺸﺮﻃﻪ ﻷﻧﻪ ﻣﻦ ﺟﻤﻠﺔ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﻓﻲ اﻵﻳﺔ

٤- الأم الجزء الثاني ص ٨٤
ولا يجوز لك إذا كانت الزكاة فرضا عليك أن يعود إليك منها شئ فإن أديت ما كان عليك أن تؤديه وإلا كنت عاصيا لو منعته فإن قال فإن وليتها غيرى؟ قيل إذا كنت لا تكون عاملا على غيرك لم يكن غيرك عاملا إذا استعملته أنت ولا يكون وكيلك فيها إلا في معناك أو أقل لان عليك تفريقها (1) فإذا تحقق منك فليس لك الانتقاص منها لما تحققت بقيامه بها (قال) ولا أحب لاحد من الناس يولى زكاة ماله غيره لان المحاسب بها المسئول عنها هو فهو أولى بالاجتهاد في وضعها مواضعها من غيره وأنه على يقين من فعل نفسه في أدائها وفى شك من فعل غيره لا يدرى أداها عنه أو لم يؤدها فإن قال أخاف حبائى فهو يخاف من غيره مثل ما يخاف من نفسه ويستيقن فعل نفسه في الاداء ويشك في فعل غيره

٥- فتح الوهاب ١٣٢
ﻭﺳﻦ ﺇﺧﺮاﺟﻬﺎ ﻗﺒﻞ ﺻﻼﺓ ﻋﻴﺪ ﻭﺣﺮﻡ ﺗﺄﺧﻴﺮﻩ ﻋﻦ ﻳﻮمه

٦- معلوم مما تقدم
٧- معلوم

٨- الأم الجزء الثاني ص ٨٤
ولا يجوز لك إذا كانت الزكاة فرضا عليك أن يعود إليك منها شئ فإن أديت ما كان عليك أن تؤديه وإلا كنت عاصيا لو منعته فإن قال فإن وليتها غيرى؟ قيل إذا كنت لا تكون عاملا على غيرك لم يكن غيرك عاملا إذا استعملته أنت ولا يكون وكيلك فيها إلا في معناك أو أقل لان عليك تفريقها 

٩- فتح العلام (٣/٣٠٢)
اتفق الائمة انه لايجوز اخراج القيمة في الفطرة الا ابا حنيفة فقال يجوز بل هو الافضل في السعة اما في الشدة فدفع العين افضل 

١٠- المجموع شرح المهذب (٥/٤٢٩)
(ﻓﺮﻉ) ﻗﺪ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﺃﻥ ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺇﺧﺮاﺝ اﻟﻘﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺷﺊ ﻣﻦ اﻟﺰﻛﻮاﺕ ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﺩاﻭﺩ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻣﺎﻟﻜﺎ ﺟﻮﺯ اﻟﺪﺭاﻫﻢ ﻋﻦ اﻟﺪﻧﺎﻧﻴﺮ ﻭﻋﻜﺴﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻳﺠﻮﺯ ﻓﺈﺫا ﻟﺰﻣﻪ ﺷﺎﺓ ﻓﺄﺧﺮﺝ ﻋﻨﻬﺎ ﺩﺭاﻫﻢ ﺑﻘﻴﻤﺘﻬﺎ ﺃﻭ اﺧﺮﺝ ﻋﻨﻬﺎ ﻣﺎﻟﻪ ﻗﻴﻤﺔ ﻋﻨﺪﻩ ﻛﺎﻟﻜﻠﺐ ﻭاﻟﺜﻴﺎﺏ 

١١- الموسوعة الفقهية الكويتية ( ٣٣/ ٣)
ثُمَّ قَال الْحَنَفِيَّةُ : مَا سِوَى هَذِهِ الأْشْيَاءِ الأْرْبَعَةِ الْمَنْصُوصِ عَلَيْهَا مِنَ الْحُبُوبِ كَالْعَدَسِ وَالأرُزِّ ، أَوْ غَيْرِ الْحُبُوبِ كَاللَّبَنِ وَالْجُبْنِ وَاللَّحْمِ وَالْعُرُوضِ ، فَتُعْتَبَرُ قِيمَتُهُ بِقِيمَةِ الأْشْيَاءِ الْمَنْصُوصِ عَلَيْهَا ، فَإِذَا أَرَادَ الْمُتَصَدِّقُ أَنْ يُخْرِجَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ مِنَ الْعَدَسِ مَثَلاً ، فَيُقَوِّمُ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ ، فَإِذَا كَانَتْ قِيمَةُ نِصْفِ الصَّاعِ ثَمَانِيَةَ قُرُوشٍ مَثَلاً ، أَخْرَجَ مِنَ الْعَدَسِ مَا قِيمَتُهُ ثَمَانِيَةُ قُرُوشٍ مَثَلاً ، وَمِنَ الأرزِ وَاللَّبَنِ وَالْجُبْنِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الأْشْيَاءِ الَّتِي لَمْ يَنُصَّ عَلَيْهَا الشَّارِعُ ، يُخْرِجُ مِنَ الْعَدَسِ مَا يُعَادِل قِيمَتَهُ

١٢-المجموع الجزء 2 صحـ : 156 وَلاَ يَجُوْزُ لِلسَّاعِيْ وَلاَ لِْلإِمَامِ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِيْمَا يَحْصُلُ عِنْدَهُ مِنَ الْفَرَائِضِ حَتَّى يُوْصِلَهَا إلَى أَهْلِهَا ِلأَنَّ الْفُقَرَاءَ أَهْلُ رُشْدٍ لاَ يُوَلَّى عَلَيْهِمْ فَلاَ يَجُوْزُ التَّصَرُّفُ فِيْ مَالِهِمْ بِغَيْرِ إذْنِهِمْ فَإِنْ أَخَذَ نِصْفَ شَاةٍ أَوْ وُقِفَ عَلَيْهِ شَيْءٌ مِنَ الْمَوَاشِيْ وَخَافَ هَلاَكَهُ أَوْ خَافَ أَنْ يُؤْخَذَ فِي الطَّرِيْقِ جَازَ لَهُ بَيْعُهُ ِلأَنَّهُ مَوْضِعُ ضَرُوْرَةٍ اهـ

١٣- كفاية الاخيار (١/١٩٠)
ﻭاﻋﻠﻢ ﺃﻥ اﻟﻔﻘﻴﺮ اﻟﻤﻜﻔﻲ ﺑﻨﻔﻘﺔ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ ﻧﻔﻘﺘﻪ ﻭﻛﺬا اﻟﺰﻭﺟﺔ اﻟﻤﻜﻔﻴﺔ ﺑﻨﻔﻘﺔ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻻ ﻳﻌﻄﻴﺎﻥ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻭﻗﻒ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻘﺮاء ﺃﻭ ﺃﻭﺻﻰ ﻟﻬﻢ ﻓﺈﻧﻬﻤﺎ ﻻ ﻳﻌﻄﻴﺎﻥ ﻫﺬا ﻫﻮ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻭﻣﺤﻞ اﻟﺨﻼﻑ ﻓﻲ ﻣﺴﺄﻟﺔ اﻟﻘﺮﻳﺐ ﺇﺫا ﺃﻋﻄﺎﻩ ﻏﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻣﻦ ﺳﻬﻢ اﻟﻔﻘﺮاء ﺃﻭ اﻟﻤﺴﺎﻛﻴﻦ ﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﺗﻠﺰﻣﻪ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻪ ﺩﻓﻌﻬﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﻗﻄﻌﺎ ﻷﻧﻪ ﺑﺬﻟﻚ ﻳﺪﻓﻊ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ اﻟﻨﻔﻘﺔ ﻓﺘﺮﺟﻊ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﺫﻟﻚ ﺇﻟﻴﻪ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

١٤-كفاية الاخيار (١/١٩٠)
اﻟﺼﻐﻴﺮ ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﻣﻦ ﻳﻨﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻘﻴﻞ ﻻ ﻳﻌﻄﻰ ﻻﺳﺘﻐﻨﺎﺋﻪ ﺑﻤﺎﻝ اﻟﻴﺘﺎﻣﻰ ﻣﻦ اﻟﻐﻨﻴﻤﺔ ﻭاﻷﺻﺢ ﺃﻧﻪ ﻳﻌﻄﻰ ﻓﻴﺪﻓﻊ ﺇﻟﻰ ﻗﻴﻤﻪ ﻷﻧﻪ ﻗﺪ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻲ ﻧﻔﻘﺘﻪ ﻏﻴﺮﻩ ﻭﻻ ﻳﺴﺘﺤﻖ ﺳﻬﻢ اﻟﻴﺘﺎﻣﻰ ﻷﻥ ﺃﺑﺎﻩ ﻓﻘﻴﺮ ﻗﻠﺖ ﺃﻣﺮ اﻟﻐﻨﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻧﻨﺎ ﻫﺬا ﻗﺪ ﺗﻌﻄﻞ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ اﻟﻨﻮاﺣﻲ ﻟﺠﻮﺭ اﻟﺤﻜﺎﻡ ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ اﻟﻘﻄﻊ ﺑﺠﻮاﺯ ﺇﻋﻄﺎء اﻟﻴﺘﻴﻢ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺷﺮﻳﻔﺎ ﻓﻼ ﻳﻌﻄﻰ ﻭﺇﻥ ﻣﻨﻊ ﻣﻦ ﺧﻤﺲ اﻟﺨﻤﺲ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

١٥- المجموع شرح المهذب (٦/٢١٩)
ﻓﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ اﻷﺻﻨﺎﻑ ﺃﻗﺎﺭﺏ ﻟﻪ ﻻ ﻳﻠﺰﻣﻪ ﻧﻔﻘﺘﻬﻢ ﻓﺎﻟﻤﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺨﺺ
اﻻﻗﺮﺏ ﻟﻤﺎ ﺭﻭﺕ ﺃﻡ ﻛﻠﺜﻮﻡ ﺑﻨﺖ ﻋﻘﺒﺔ ﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﻣﻌﻴﻂ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﻗﺎﻟﺖ " ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ اﻟﺼﺪﻗﺔ ﻋﻠﻲ اﻟﻤﺴﻜﻴﻦ ﺻﺪﻗﺔ ﻭﻫﻰ ﻋﻠﻲ ﺫﻯ اﻟﻘﺮاﺑﺔ ﺻﺪﻗﺔ ﻭﺻﻠﺔ ")

١٦- فتح العلام (٣/٣٣٣)
ان لا يكون ممونا للمزكي فلا يجوز دفعها للوالدين وان علوا ولا للمولودين وان سفلوا لاستغنائهم بالنفقة الواجبة وتقدم عن الشبراملسي انه يجوز للولد الفقير ان يأخذ من زكاة ابيه ما زاد على نفقته ليصرفه على زوجته لان نفقتها لا تلزم الاب 

الشمس المنيرة (٢/٢٥٦)
يجوز لشخص دفع زكاته لولده المكلف بشرطه اذ لاتلزمه نفقته

Penegasan Catatan : 
Pada Poin 11 disebutkan boleh bayar fitrah pakai uang seraya bertaqlid kepada Imam Hanafi   seharga Kurma, gandum dengan ukuran di atas . Beliau tegaskan : Tidak seharga beras dua kilo tujuh  ons ( 2,7 kg ).
Hal ini sebab jika pakai uang lantas ukurannya seharga beras dua kilo tujuh kilo gram ( 2,7 kg )  maka terjadi talfiiq antara dua mazdhab yakni mazdhab Hanafi (dalam membayar menggunakan qiimah ) dan mazdhab Syafi'i ( dalam ukuran berat  pakai  beras) .
Inilah yang tidak diperbolehkan dalam keputusan LBMNU cabang Kediri dan diperkuat oleh LBMNU Wilayah Jawa Timur.


Terkait dg kepanitiaan zakat  fithrah..   solusi yang enak agar panitia berubah statusnya sebagai mustahiq  (sehingga beras yg terkumpul dan dibagikan lagi ke masyarakat adalah  milik pribadinya, sudah bukan beras zakat lagi ) dari statusnya  sebagai  wakil muzakki ( yang tentunya ketat aturannya dan rentan terjadinya permasalahan ) adalah sebagaimana yang diajarkan oleh Mbah Maisur  dan dipraktekkan di Ringinagung juga daerah lain.
 
Yaitu dalam rapat  pembentukan panitia zakat disepakati mengangkat personil yang memang faqir atau miskin sebagai penerima zakat dalam kepanitiaan dan ia  diminta  agar beras  zakat  yang telah  ia terima nanti  ia ikrarkan dan ia  relakan untuk dibagikan lagi  ke masyarakat sesuai catatan panitia.
Nah lantas masyarakat  setempat tentunya dihimbau agar zakatnya diberikan/di-zakatkan ke sdr. Fulan tersebut dalam kepanitiaan.

Maka dalam prakteknya jika ada penyetor zakat datang ke panitia hendaknya langsung diarahkan ke personil panitia  yang faqir/miskin tadi dengan dituntun penyerahannya semisal : "Beras zakat niki ( misalnya jatah 3 orang) kulo  zakataken dateng panjenengan/sampean ...."
Kemudian diterima oleh di panitia faqir/miskin tadi  dan dikumpulkan oleh petugas yang lain. Setelah terkumpul ketika akan dibagikan ke masyarakat dan ke panitia, panitia yang ada harus ada ucapan  izin dari pemilik beras tersebut yaitu  personil faqir/miskin   yang di jadikan sebagai panitia  penerima zakat tadi.

Begitulah catatan zakat fitrah yang berada dalam kitab-kitab klasik pesantren. Dengan perbedaan-perbedaan yang ada, kita sikapi dengan lapang dada. Namun tugas kita hanya berusaha sebaik dan sekuat mungkin untuk menyebarkan ilmu yang kita pahami.

Terima kasih. Semoga bermanfaat...
Semoga amal ibadah puasa kita di tahun ini ( 1444 H ) diterima oleh-Nya dan kita diberikan kekuatan serta kemampuan untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan aturan syari'at, Aamien 😇 

Post a Comment

0 Comments